WANITA, MENANGISLAH…..

4 Mar

Cengeng…airmata….rapuh….emosional….mudah tersinggung…. dan lain lain, masih banyak lagi, yang semuanya selalu mengarah pada keadaan yang seolah sudah menjadi hak paten milik wanita. Walaupun tidak dipungkiri juga, bahwa tidak sedikit wanita yang tegar, tabah dan tough dalam segala hal.

 

Apapun atributnya…, wanita tetaplah seorang wanita. Mau yang lemah lembut, halus perasaannya, atau kuat, tegas dan mandiri, dia tetap seorang wanita yang Tuhan ciptakan sejak semula dengan kodrat alaminya…..wanita. Seorang pribadi yang memiliki banyak kelebihan alami dari mulai cara dia berpikir, berbicara, bertindak sampai saat intuisinya berperan serta ketika dia harus mengambil keputusan.

 

Bagi seorang wanita yang masih belia dan single, maka gelar, karier, jabatan dan ketenaran merupakan hal yang selalu ingin dikejar untuk mewujudkan ‘pencapaian hidup’ masa mudanya.

Kondisi ini langsung berubah total begitu dia memasuki babak baru dalam hidupnya, yaitu saat status istri mulai disandangnya yang kemudian dilanjutkan dengan tanggung jawab sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Pada phase ini wanita, sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, dia akan rela menanggalkan ego-centrisnya. Dia tidak lagi berpusat pada dirinya sendiri. Yang ada dalam jiwa, pikiran dan semangatnya adalah bagaimana dia bisa menyenangkan hati suami dan anak-anaknya.

 

Sebagian wanita akan sangat antusias memasak untuk keluarganya, meskipun tidak mendapat pujian karena masakannya (mungkin) kurang begitu enak — maklum masih belajar!. Sebagian lagi memilih bermain-main dengan anaknya di rumah ketimbang memenuhi undangan reuni teman-teman sekolahnya dulu. Tak sedikit juga yang tiba-tiba memiliki kebiasaan harian baru, karena terbawa arus rutinitas sang suami, misalnya, dulu dia tidak bisa minum kopi, tapi berhubung sang suami pecinta kopi, maka dari hanya, awalnya, menemani suami duduk ‘ngopi’, lama-lama dia merasakan juga nikmatnya menyeruput kopi di pagi hari. Singkatnya, kodrat murni seorang wanita adalah meletakkan kebahagiaan suami dan anak-anaknya di atas kepentingan yang lain.

 

Lalu……apakah akhirnya dia mendapatkan kebahagian dan kepuasan dengan melakukan semua tadi? Betapa seringnya kita mendengar cerita-cerita curahan hati seorang istri, seorang ibu, bagaimana dia harus dengan sabar menahan diri dan perasaannya menghadapi sikap suami yang sering tidak peduli, kasar dan menjengkelkan hati. Belum lagi anak-anak yang tak jarang membuatnya gundah dan was-was.

 

Tuhan menciptakan wanita, bukan hanya sebagai pribadi dengan setumpuk kegiatan rutin yang harus diselesaikan, baik di rumah sebagai istri dan ibu, maupun sebagai pribadi yang bekerja di luar rumah, yang mana semua itu, pastinya, tidak mungkin dipindah tangankan pada orang lain. Sebuah privilege (hak-hak istimewa) yang khusus hanya diberikan pada wanita, telah Tuhan sediakan sejak Dia membentuk wanita dari tulang rusuk Adam.

 

Sebagai tulang rusuk (suami), seorang istri itu benar-benar mendapat sebuah kehormatan dari Tuhan untuk menyanggah agar ‘tubuh’ (=rumah tangga –red) dapat berdiri dengan sempurna. Tulang rusuk juga menjagai semua organ penting bagian dalam tubuh (=seluruh anggota keluarga – red) supaya berfungsi dengan sempurna dan benar. Itulah peran kehormatan yang Tuhan berikan pada seorang wanita dalam eksistensinya di tengah keluarga.

 

Di sisi lain, jelas sekali terlihat betapa Tuhan sangat menghargai wanita sehingga lewat seorang rasulNya, Dia meminta agar suami-suami hidup bijaksana dengan istrinya, sebagai kaum yang lebih lemah, menghormati istri sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doa suami tidak terhalang.

 

Ada seorang teman yang bercerita betapa dia bingung mengimbangi sikap suaminya yang ‘naik turun’. Adakalanya sang suami begitu baik, menjadi imam keluarga yang sangat mengagumkan dan dependable serta generous, tapi …. tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang menakutkan. Marah-marah tanpa sebab dan mengatakan istri hanya bisa menghabiskan uang suami, tidak mengerti susahnya cari uang. (Kebetulan dia seorang Ibu rumah tangga murni, bukan wanita karier). Mau membantah? Dia tahu, itu malah akan memperunyam keadaan. Dia juga tidak mau anak-anak terganggu dengan keributan orang tuanya. Dalam keadaan demikian, dia hanya bisa duduk diam, sendiri…. dan…..menangis.

 

Menangis ….., bukan berarti seorang wanita itu cengeng atau minta dikasihani. Dengan menangis, wanita ingin melepaskan ‘pertahanannya’ yang terakhir, karena sudah tidak sanggup lagi berpura-pura tegar dan kuat. Tapi dia tahu, dia tidak mungkin dan tidak boleh berlama-lama menikmati kesedihannya. Maka …setelah menangis, dia akan ‘keluar’ untuk ‘menarik’ sebuah energy baru yang akan membuatnya sanggup berdiri lebih tegak dan tangguh dari sebelumnya.

 

Dengan kekuatan yang baru itu, dia akan mampu memberikan hidupnya secara total, untuk suami dan anak-anaknya, tanpa ragu!!!. Tak heran kalau kemudian anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia.

 

Bagi kaumku, para wanita, bila memang kau ingin menangis, —- menangislah! Tak ada hukum yang melarang. Bila menangis membuatmu lega untuk menjadi kuat kembali,—- menangislah! Tuhan memperhitungkan semuanya. Dia tampung air mata kita dalam kirbatNya, karena memang Tuhan memberikan air mata untuk diteteskan, dan digunakan kapan saja dibutuhkan. Jangan malu untuk menangis, bila perlu, —- menangislah!

 

Itulah hebatnya seorang wanita, karena dia dicipta untuk menjadi kuat.

Tinggalkan komentar