Arsip | Maret, 2014

ISTRI MARAH

20 Mar

Seorang teman bercerita kalau istrinya sedang marah. Lalu? Dia bingung musti bagaimana. Lalu? Dia cuekin istrinya dan malah keluar rumah, mau menghibur diri, kilahnya. Loh..terus? – Pulang, istrinya makin jutek dan tetap marah. Hahaha….rupanya dia belum mengenal sifat istri atau wanita pada umumnya.

Ada istri yang diam, menangis, sampai mengambil sikap GTM (=gerakan tutup mulut) dan tidak menegur suaminya, kalau sedang marah. Ada yang ‘ngoceh’ atau ngomel kesana kemari, tak jelas arah pembicaraannya. Ada pula yang mengekspresikan lewat Body Languge (Bahasa Tubuh) – sledot sana sledot sini, membanting pintu, sengaja meletakkan barang dengan kasar agar suaranya terdengar kemana-mana. Tujuannya…? Dia ingin suaminya tahu kalau dia sedang marah.

Memang sih, bukan hanya istri yang tidak nyaman kalau suaminya marah. Khan pada umumnya persepsi orang, suami yang tukang marah dan istri yang menjadi sasaran kemarahannya. Sebenarnya para suamipun juga merasa pusing, kalut dan bingung sendiri menghadapi istri yang lagi marah. Kalau mau dibantah, jadi makin berantem, karena istri merasa tidak dihargai pendapatnya. Kalau didiamkan kok (sepertinya) makin menjadi-jadi, karena dia merasa tidak diperhatikan; seolah suami tidak mengerti perasaannya. Serba salah!

Kemarahan seorang wanita, sesungguhnya hanya merupakan luapan emosinya semata. Bila perasaannya ‘menggiring’ dia untuk marah, maka marahlah dia. Jadi yang penting baginya, bukan siapa yang dimarahi dan mengapa dia marah, tapi it’s only a matter of bagaimana dia bisa melampiaskan emosinya. Padahal dia tahu bahwa marah berpotensi untuk mengganggu semua aktifitas rutin dia. Dan sebenarnya…. dia sama sekali tidak suka dengan kondisi ini. Sering khan kita dengar wanita berkata “Saya tidak marah kok….saya cuma…..”. Ini menunjukkan bahwa sebenarnya dia menyesal dia sudah marah. Hahaha….wanita memang suka memperumit diri sendiri. It’s natural.

Lantas….bagaimana meredam suasana hati istri yang sedang memanas tadi? Ibarat Gunung Berapi yang sudah dalam siaga 1, hawa panas sudah berembus kemana-mana….. Didiamkan? Jelas tidak mungkin toh? Bisa meledak kemana-mana, makin repot nanti. Wanita butuh response. Dibutuhkan sikap bijak dan sabar dari seorang suami. Tetap tenang dan tidak terbawa arus emosi kemarahan sang istri

Permintaan maaf dari suami (Kalau memang salah) akan meluluh lantakkan benteng hati yang sedang ‘mengeras’. Dan karena wanita memang identik dengan perasaan, maka saat dia sedang marah, dia akan berjalan jauh meninggalkan logikanya. Yang ada hanyalah perasaan dan emosi. Jadi penjelasan dengan berdebat juga bukan cara terbaik menenangkan amarah seorang wanita. Menggiring dia untuk berpikir dengan perasaannya, akan lebih efektif untuk mendinginkan suasana hatinya. Dalam keadaan ini, dia hanya ingin dimengerti. Itu saja.

Cerita teman di atas, istrinya makin marah ketika dia pulang. Jelas, karena wanita yang marah butuh seorang ‘penonton’ (sorry ya buat sesamaku wanita!!!), dia akan makin menangis jika aksi marahnya tidak ada yang menyaksikan. Tapi saya ingin meyakinkan para suami, setelah emosinya turun pada suhu aman, maka dia akan kembali menjadi begitu manis dan lembut seperti tidak terjadi apa-apa. Percaya deh, walaupun banyak yang bilang wanita sulit melupakan sakit hatinya, tapi wanita sangat ahli untuk mengobati luka hatinya sendiri. Dia tahu cara yang terbaik buat dirinya sendiri.

Dan hal utama yang perlu diketahui para istri, kalaupun suami diam saat kita marah, bukan berarti dia tidak meresponse atau tidak memperhatikan, tapi kadang kalah dia bingung bagaimana harus bersikap. Itu sebabnya seperti teman saya tadi, dia memilih untuk keluar rumah, mencari ketenangan di tempat lain, menghibur diri dengan teman-temannya atau apa saja. Asal tidak dengan wanita lain — dijauhkan Tuhan kiranya

Jadi…boleh tidak istri marah? Boleh…!!!!  Asal jangan sampai kemarahan itu mengakibatkan ada benih dosa yang bertumbuh. Dikatakan “Janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu” —- Jangan biarkan amarah itu berlanjut sehingga memadamkan hangatnya cinta dalam keluarga. Ibu atau istri adalah sosok penentu yang dapat memberi warna indah dalam rumah tangga. Bila Ibu sakit, maka seluruh keluarga ikut ‘sakit’. Bila Ibu sedih, maka seluruh rumah akan berwarna ‘kelabu’. Banyak aktifitas rumah yang juga terganggu ketika seorang istri/ibu terganggu suasana hati dan emosinya

Bagi kaumku, para wanita….kekuatan supranatural – sebuah inner power yang hanya khusus diperuntukkan bagi kita, sudah Dia siapkan dari semula. Seberapapun besar luapan emosi, kita pasti bisa menahan diri. Ambil waktu jedah – sendiri. “Carilah Tuhan dan kekuatanNya, carilah wajahNya, selalu”, kata Raja Daud. Dalam ketenangan, kita akan mendapatkan kekuatan dari Tuhan. Dengan menahan diri untuk lambat berkata-kata, kita juga akan lambat pula untuk marah.

Sabar yuk, biar tidak bikin suami pusing. Anak-anakpun akan selalu merasa nyaman berada dekat ibu yang hatinya teduh, sebab amarah manusia tidak akan mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.

WANITA, MENANGISLAH…..

4 Mar

Cengeng…airmata….rapuh….emosional….mudah tersinggung…. dan lain lain, masih banyak lagi, yang semuanya selalu mengarah pada keadaan yang seolah sudah menjadi hak paten milik wanita. Walaupun tidak dipungkiri juga, bahwa tidak sedikit wanita yang tegar, tabah dan tough dalam segala hal.

 

Apapun atributnya…, wanita tetaplah seorang wanita. Mau yang lemah lembut, halus perasaannya, atau kuat, tegas dan mandiri, dia tetap seorang wanita yang Tuhan ciptakan sejak semula dengan kodrat alaminya…..wanita. Seorang pribadi yang memiliki banyak kelebihan alami dari mulai cara dia berpikir, berbicara, bertindak sampai saat intuisinya berperan serta ketika dia harus mengambil keputusan.

 

Bagi seorang wanita yang masih belia dan single, maka gelar, karier, jabatan dan ketenaran merupakan hal yang selalu ingin dikejar untuk mewujudkan ‘pencapaian hidup’ masa mudanya.

Kondisi ini langsung berubah total begitu dia memasuki babak baru dalam hidupnya, yaitu saat status istri mulai disandangnya yang kemudian dilanjutkan dengan tanggung jawab sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya. Pada phase ini wanita, sadar atau tidak sadar, mau atau tidak mau, dia akan rela menanggalkan ego-centrisnya. Dia tidak lagi berpusat pada dirinya sendiri. Yang ada dalam jiwa, pikiran dan semangatnya adalah bagaimana dia bisa menyenangkan hati suami dan anak-anaknya.

 

Sebagian wanita akan sangat antusias memasak untuk keluarganya, meskipun tidak mendapat pujian karena masakannya (mungkin) kurang begitu enak — maklum masih belajar!. Sebagian lagi memilih bermain-main dengan anaknya di rumah ketimbang memenuhi undangan reuni teman-teman sekolahnya dulu. Tak sedikit juga yang tiba-tiba memiliki kebiasaan harian baru, karena terbawa arus rutinitas sang suami, misalnya, dulu dia tidak bisa minum kopi, tapi berhubung sang suami pecinta kopi, maka dari hanya, awalnya, menemani suami duduk ‘ngopi’, lama-lama dia merasakan juga nikmatnya menyeruput kopi di pagi hari. Singkatnya, kodrat murni seorang wanita adalah meletakkan kebahagiaan suami dan anak-anaknya di atas kepentingan yang lain.

 

Lalu……apakah akhirnya dia mendapatkan kebahagian dan kepuasan dengan melakukan semua tadi? Betapa seringnya kita mendengar cerita-cerita curahan hati seorang istri, seorang ibu, bagaimana dia harus dengan sabar menahan diri dan perasaannya menghadapi sikap suami yang sering tidak peduli, kasar dan menjengkelkan hati. Belum lagi anak-anak yang tak jarang membuatnya gundah dan was-was.

 

Tuhan menciptakan wanita, bukan hanya sebagai pribadi dengan setumpuk kegiatan rutin yang harus diselesaikan, baik di rumah sebagai istri dan ibu, maupun sebagai pribadi yang bekerja di luar rumah, yang mana semua itu, pastinya, tidak mungkin dipindah tangankan pada orang lain. Sebuah privilege (hak-hak istimewa) yang khusus hanya diberikan pada wanita, telah Tuhan sediakan sejak Dia membentuk wanita dari tulang rusuk Adam.

 

Sebagai tulang rusuk (suami), seorang istri itu benar-benar mendapat sebuah kehormatan dari Tuhan untuk menyanggah agar ‘tubuh’ (=rumah tangga –red) dapat berdiri dengan sempurna. Tulang rusuk juga menjagai semua organ penting bagian dalam tubuh (=seluruh anggota keluarga – red) supaya berfungsi dengan sempurna dan benar. Itulah peran kehormatan yang Tuhan berikan pada seorang wanita dalam eksistensinya di tengah keluarga.

 

Di sisi lain, jelas sekali terlihat betapa Tuhan sangat menghargai wanita sehingga lewat seorang rasulNya, Dia meminta agar suami-suami hidup bijaksana dengan istrinya, sebagai kaum yang lebih lemah, menghormati istri sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doa suami tidak terhalang.

 

Ada seorang teman yang bercerita betapa dia bingung mengimbangi sikap suaminya yang ‘naik turun’. Adakalanya sang suami begitu baik, menjadi imam keluarga yang sangat mengagumkan dan dependable serta generous, tapi …. tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba berubah menjadi sosok yang menakutkan. Marah-marah tanpa sebab dan mengatakan istri hanya bisa menghabiskan uang suami, tidak mengerti susahnya cari uang. (Kebetulan dia seorang Ibu rumah tangga murni, bukan wanita karier). Mau membantah? Dia tahu, itu malah akan memperunyam keadaan. Dia juga tidak mau anak-anak terganggu dengan keributan orang tuanya. Dalam keadaan demikian, dia hanya bisa duduk diam, sendiri…. dan…..menangis.

 

Menangis ….., bukan berarti seorang wanita itu cengeng atau minta dikasihani. Dengan menangis, wanita ingin melepaskan ‘pertahanannya’ yang terakhir, karena sudah tidak sanggup lagi berpura-pura tegar dan kuat. Tapi dia tahu, dia tidak mungkin dan tidak boleh berlama-lama menikmati kesedihannya. Maka …setelah menangis, dia akan ‘keluar’ untuk ‘menarik’ sebuah energy baru yang akan membuatnya sanggup berdiri lebih tegak dan tangguh dari sebelumnya.

 

Dengan kekuatan yang baru itu, dia akan mampu memberikan hidupnya secara total, untuk suami dan anak-anaknya, tanpa ragu!!!. Tak heran kalau kemudian anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia.

 

Bagi kaumku, para wanita, bila memang kau ingin menangis, —- menangislah! Tak ada hukum yang melarang. Bila menangis membuatmu lega untuk menjadi kuat kembali,—- menangislah! Tuhan memperhitungkan semuanya. Dia tampung air mata kita dalam kirbatNya, karena memang Tuhan memberikan air mata untuk diteteskan, dan digunakan kapan saja dibutuhkan. Jangan malu untuk menangis, bila perlu, —- menangislah!

 

Itulah hebatnya seorang wanita, karena dia dicipta untuk menjadi kuat.